Senin, 02 November 2009

semoga materi ini bermanfaat

saya mencoba menyimpan semua file-file materi selama kuliah, mulai dari tugas, materi dari dosen, referensi dari internet, sampai catatan saya selama kuliah..
mohon maaf apabila materi saya ad yang tidak saya catumkan alamat nya di karenakan saya lupa menulis nama penulis nya..
tapi saya akan berusaha menulis nama penulis di akhir data saya..

saya ucapkan terima kasih..!!

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI

BAHAN AJAR


PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI




O
L
E
H




0

Ns. HENDRI BUDI, S.Kep
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI

A. ANAMNESA

Perlu ditanyakan keluhan utama pasien. Pada setiap keluhan ditanyakan :
1. Sejak kapan timbul
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, habis makan, dsb.)
5. Keluhan lain yang ada kaitannya
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang memperberat atau memperingan keluhan
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat/ringan, datang dalam bentuk serangan, dsb.

Pada setiap pasien dengan penyakit syaraf, harus dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan di bawah ini, dengan mengajukan pertanyaan.
9. Nyeri kepala
10. Muntah
11. Vertigo
12. Gangguan penglihatan
13. Gangguan pendengaran
14. Gangguan syraf otak lainnya
15. Gangguan fungsi luhur
16. Gangguan kesadaran
17. Gangguan motorik
18. Gangguan sensibilitas
19. Gangguan syaraf otonom

B. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN

Prinsip :
Untuk Mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma glasgow yang memperhatikan tanggapan / respon pasien terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan atau respon pasien yang perlu diperhatikan ialah : Respon Membuka mata (Eye), Respon verbal (V), dan respon motorik (M).

Skala Glasgow

Area Pengkajian Nilai

Membuka mata
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) 3
Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf supra orbita atau kuku jari) 2
Tidak ada reaksi ( dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata) 1


Respon verbal (bicara)
Baik dan tidak ada disorientasi 5
Kacau (Confused), dapat berbicara dalam kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat 4
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata,
Namun tidak berupa kalimat atau tidak tepat 3
Mengerang (tidak mengucapkan kata,
hanya mengeluarkan suara erangan 2
Tidak ada respon 1

Motor Response
Menurut perintah (misalnya suruh pasien angkat tangan) 6

Mengetahui lokasi nyeri 5
Berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan dengan jari pada supra orbita.
Bila pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud
menepis rangsangan tersebut, berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri

Reaksi menghindar / Withdraws 4

Reaksi fleksi (dekortikasi) Abnormal Flexion 3
Berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan objek keras
seperti ballpoint pada kuku jari, Bila sebagai jawaban siku memfleksi,
terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri

Reaksi ekstensi abnormal /Abnormal extention / desebrasi 2
Dengan rangsangan nyeri tersebut diatas, terjadi ekstensi pada siku.
Ini selalu disertai fleksi spastic pada pergelangan tangan.

Tidak ada reaksi 1
(harus dipastikan terlebih dahulu, bahwa rangsangan nyeri telah adekuat


C. PEMERIKSAAN RANGSANGAN MENINGEAL

Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda asing seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak

1. Kaku kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara :
a. Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
b. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
c. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
d. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
e. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
f. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.


2. Tanda laseque
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring lurus,
b. lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
c. Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
d. Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
e. Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit atau tahanan.
f. Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70 o

3. Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring lurus di tempat tidur.
b. Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
c. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
d. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah dan tungkai atas.
e. Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135o

4. Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
c. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.
d. Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.

5. Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan lurus.
c. Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.


D. PEMERIKSAAN KEKUATAN MOTORIK

1. Inspeksi
- Perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring dan bergerak,
- Perhatikan bentuknya apakah ada deformitas,
- Perhatikan ukuran nya apakah sama bagian tubuh kiri dan kanan
- Perhatikan adanya gerakan abnormal yang tidak dapat dikendalikan seperti tremor, khorea, atetose, distonia, ballismus, spasme, tik, fasikulasi dan miokloni.


2. Palpasi
- Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya
- Palpasi otot untuk menentukan konsistensi dan nyeri tekan, tonus otot

3. Pemeriksaan gerakan aktif
- Pasien disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badannya dan kita pemeriksa menahan gerakan tersebut
- Kita pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan disuruh ia menahan

Penilaian status motorik dilakukan dengan melihat :
1. Fungsi motoris dengan menilai : Besar dan bentuk otot, tonus otot dan kekuatan otot ekstremitas (skala 0 – 5)
1) 0 = tidak ada gerakan
2) 1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak
3) 2 = otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
4) 3 = gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa thd tahanan pemeriksa
5) 4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat melawan gaya berat
6) 5 = gerakan otot dg tahanan maksimal pemeriksa
Pada pemeriksaan kekuatan otot digunakan skala dari 0-5. Seperti pada gambar di bawah ini:

4. Pemeriksaan gerakan pasif
5. Koordinasi gerak

E. PEMERIKSAAN SENSORIK

1. Pemeriksaan sensibilitas : Pemeriksaan rasa raba, Pemeriksaan rasa nyeri, Pemeriksaan rasa suhu
2. Pemeriksaan rasa gerak dan rasa sikap
3. Pemeriksaan rasa getar
4. Pemeriksaan rasa tekan
5. Pemeriksaan rasa interoseptif : perasaan tentang organ dalam
6. Nyeri rujukan


F. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

1. Pemeriksaan N. I : Olfaktorius

Fungsi : Sensorik khusus (menghidu, membau)
Cara Pemeriksaan :
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip, karena dapat mengurangi ketajaman penciuman.
b. Gunakan zat pengetes yang dikenal sehari-hari seperti kopi, teh, tembakau dan jeruk.
c. Jangan gunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N V) seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.
d. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh pasien menciumnya
e. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lobang hidung yang lainnya dengan tangan.

2. Pemeriksaan N. II : Optikus

Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah kelaianan pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan syaraf.
b. Mempelajari lapangan pandangan
c. Memeriksa keadaan papil optik

Cara Pemeriksaan :
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus II , yaitu :
a. Ketajaman penglihatan
b. Lapangan pandangan
Bila ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :
1. Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan pemeriksa yang normal.
2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa.
3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku.
4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka dianggap normal.
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan visus dengan menggunakan gambar snellen.
6. Pemeriksaan snellen chart
a. Pasien disuruh membaca gambar snellen dari jarak 6 m
b. Tentukan sampai barisan mana ia dapat membacanya.
c. Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka ketajaman penglihatannya norma (6/6)
d. Bila tidak normal :
i. Misal 6/20, berarti huruf yang seharusnya dibaca pada jarak 20 m, pasien hanya dapat memaca pada jaral 6 m, namun bila pasien dapat melihat melalui lubang kecil (kertas yang berluang, lubang peniti), huruf bertambah jelas, maka pasien mengalami kelainan refraksi.
ii. 1/300 = Pasien dapat melihat gerakan tangan / membedakan adanya gerakan atau tidak
iii. 1/~ = pasien hanya dapat membedakan gelap dan terang

Pemeriksaan Lapangan Pandangan :
Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa yang dianggap normal., dengan menggunakan metode konfrontasi dari donder.
1. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 m.
2. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
3. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien.
5. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tahu dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya
7. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.
8. Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.

3. Pemeriksaan N. III Okulomotorius
Fungsi : Sematomotorik, visero motorik
Meninervasi m. Rektus internus (medialis), m. Rektus superior dan m. Rektus inferior, m levator palpebra, serabut visero motorik mengurus m. Sfingter pupil dan m. Siliare (lensa mata).

4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis
Fungsi : Somatomotorik
Menginervasi m. Obliqus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat dilirikkan ke bawah dan nasal.

5. Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensorik
Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, ayitu menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan samping dan membuka mulut.
Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.

Cara pemeriksaan fungsi motorik :
a. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya.
b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh

Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah yang dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea

6. Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini menyebabkan lirik mata ke arah temporal

Untuk N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Searbut otonom N III, mengatur otot pupil. Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien
2. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung memejamka matanya karena diplopia.
3. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
4. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh memejamkan matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.
5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya. Miosis = pupil mengecil, midriasis = pupil membesar
8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau tidak langsung., caranya :
i. Pasien disuruh melihat jauh.
ii. Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
iii. Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
iv. Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh.


7. Pemeriksaan N. VII Fasialis

Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik
Cara Pemeriksaan fungsi motorik :
a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan kerutan dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
b. Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis perifer.
c. Pada kelumpuhan jenis sentral, kelumpuhan nyata bila pasien disuruh melakukan gerakan seperti menyeringai dan pada waktu istirahat, muka simetris.
d. Suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi
e. Suruh pasien memejamkan mata
f. Suruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi)
g. Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian depan telinga. (+) bila ketokan menyebabkan kontraksi otot mata yang di persyarafi.

Fungsi pengecapan :
a. Pasien disuruh menjulurkan lidah
b. Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliran
c. Pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut.
d. Pasien disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat.

8. Pemeriksaan N. VIII Akustikus
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber

Cara untuk menilai keseimbangan :
a. Tes romberg yang dipertajam :
- Pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
- Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
- Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih

b. Tes melangkah di tempat
- Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa
- Suruh pasien untuk tetap di tempat
- Tes abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih dari 1 m dari tempat semula atau badan berputar lebih 30 o

c. Tes salah tunjuk
- Pasien disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa
- Kemudian pasien disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula
- Gangguan (+) bila didapatkan salah tunjuk

9. Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik

10. Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, somatosensorik

N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi motorik :
- Pasien disuruh menyebutkan aaaaaa
- Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak atau tidak sama sekali.
- Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
- Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan / disfagia
- Pasien disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang sehat.

11. Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus dilakukan dengan cara :
- pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.
- Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.

b. Lihat otot trapezius
- apakah ada atropi atau fasikulasi,
- apakah bahu lebih rendah,
- apakah skapula menonjol
- Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu pasien
- Suruh pasien mengangkat bahunya dan kita tahan.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.

12. Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
- besarnya lidah,
- kesamaan bagian kiri dan kanan
- adanya atrofi
- apakah lidah berkerut
c. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan


G. PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS
1. Reflek tendon dalam (bisep dan trisep)
Derajatnya : 0 = absen reflek
1=Menurun
2 = Normal
3 = Hiperreflek
4 = Hiperreflek dengan klonus
2. Reflek superficial
a. Reflek kulit perut :
epigastrium T 6-9, abdomen tengah T 9-11, Hiogastrium T 11-L1. Abdomen digores dari arah luar menuju umbilikus --- kontraksi dinding perut
b. Kremaster ( L 1-2)
Paha bagian dalam digores—kontraksi kremaster dan penarikan testis ke atas
c. Reflek anus ( S3-4-5)
Pakai sarung tangan ujung jari dimaasukkan kedalam cincin anus terasa kontraksi spingter ani
d. Reflek bulbokavernosus
Kulit penis atau glan dicubit terlihat kontraksi bulbokavernosus
5. Reflek Plantar ( L 5, S 1-5)
Telapak kaki dirangsang akan timbul fleksi jari kaki seperti pemeriksaan Babinski



H. PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
1. Babinski
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari, timbul dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya.
2. Chadock
Tanda babinski akan timbul dengan menggores punggung kaki dari arah lateral ke depan
3. Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut menyusur kebawah (+ = babinski)
4. Gordon
Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan Babinski)
5. Scahaefer
Tanda babinski timbul dengan memijit tendon Achiles
6. Rosollimo
Mengetok bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi jari-jari kaki
7. Mendel Rechterew
Mengetok bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi jari kaki
8. Hoffman –Trommer
Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari telunjuk atau jari tengah

Referensi :
Lumbantobing (2000) Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI, Jakarta

tugas metedeologi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, tindakan serta bawaan (congenital).
Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2010, pemerintah telah menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang kesehatan antara lain kegiatan pemberantasan Penyakit Menular (P2M) baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di semua aspek lingkungan kegiatan pelayanan kesehatan.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO  13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh  4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006).
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim, 2008).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Anonim, 2007).
Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian diikuti dengan napas cepat dan napas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernapas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan meninggal bila tidak segera diobati. Usia Balita adalah kelompok yang paling rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Kenyataannya bahwa angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita di negara berkembang.
Penemuan penderita ISPA pada balita di Sulawesi Tenggara, sejak tahun 2006 hingga 2008, berturut–turut adalah 74.278 kasus (36,26 %), 62.126 kasus (31,45%), 72.537 kasus (35,94%) (Anonim, 2008). Sedangkan penemuan penderita ISPA pada balita di Kabupaten Konawe dari tahun 2006 hingga 2008, berturut-turut adalah 8.291 kasus (23,63%), 7.671 kasus (28,09%) dan 7.289 kasus (24,63%). Data kesakitan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe tiga tahun terakhir (tahun 2006 sampai dengan tahun 2008), Puskesmas Sampara menduduki urutan kedua tertinggi ISPA dari 24 Puskesmas di Wilayah Kabupaten Konawe. Atas dasar tersebut maka penulis memilih Puskesmas Sampara sebagai lokasi penelitian (Anonim, 2008).
Di Wilayah Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sampara, penemuan penderita ISPA pada balita tahun 2006 sebanyak 1.471 kasus (20,29%) dan sebanyak 415 (28,2%) kasus peneumonia. Tahun 2007 sebanyak 1.059 kasus (24,62%) dengan 258 (24,4%) kasus pneumonia. Kasus ISPA pada balita di Puskesmas Sampara pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 1.149 dengan 383 (33,3%) kasus pneumonia (Anonim, 2007).
Asap dapur dan faktor prilaku seperti kebiasaan merokok keluarga dalam rumah sangat berpengaruh karena semakin banyak penderita gangguan kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang umumnya adalah perempuan dan anak-anak, sedangkan faktor pelayanan kesehatan seperti status imunisasi, ASI Ekslusif dan BBLR merupakan faktor yang dapat membantu mencegah terjadinya penyakit infeksi seperti gangguan pernapasan sehingga tidak mudah menjadi parah (Anonim, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah faktor resiko kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sampara Kabupaten Konawe Tahun 2009 ?

1.3 Tujuan Penelitian
• Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor resiko kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sampara Kabupaten Konawe.
• Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan asap dapur dengan kejadian ISPA pada balita.
b. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
c. Untuk mengetahui hubungan ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita.
d. Untuk mengetahui hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita.
e. Untuk mengetahui hubungan BBLR dengan kejadian ISPA pada balita.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khususnya bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe dan Puskesmas dalam penentuan arah kebijakan program penanggulangan penyakit menular khususnya ISPA.
2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, disamping itu hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi penulis merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan menambah wawasan pengetahuan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
2.2 Tinjauan Umum tentang ISPA
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin, 2007).
Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Karna, 2006).
Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat diketahui menurut :
a. Lokasi Anatomik
Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu : ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold), Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian (Anonim, 2000).


b. Klasifikasi penyakit
Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :
1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (Anonim, 2002).
2) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Anonim, 2002).
c. Tanda dan Gejala
Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Bukan pneumonia apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala peningkatan frekuwensi napas dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (Depkes, 2002)
Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya :
1) Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas), demam.
2) Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.
d. Penyebab Terjadinya ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Anonim, 2002).

e. Faktor Risiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun kematian (Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah 2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (Anonim, 2003).
f. Penatalaksanaan Penderita ISPA
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana penderita ISPA pada balita adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tata laksana penderita pneumonia terdiri dari 4 bagian yaitu :
1) Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita.
2) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, demam Atau
dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk (Anonim, 2002).
3) Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera dibawa ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia dapat dilakukan perawatan di rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada (Anonim, 2002).
Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, meliputi :
a) Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah sembuh.
b) Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian ASI.
c) Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman dan sederhana (Anonim, 2002).
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan wheezing yang ada (Anonim, 2002).
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita memburuk, harus segera dikirim ke sarana rujukan (Anonim, 2002).
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol 480 mg, tablet kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan tablet parasetamol 100 mg (Anonim, 2002).

2.3 Tinjauan Umum Tentang Balita
Balita yaitu anak yang berusia di bawah 5 tahun merupakan generasi yang perlu mendapat perhatian, karena balita merupakan generasi penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat peka terhadap penyakit, tingkat kematian balita masih tinggi (Anonim,2002) .
Balita diharapkan tumbuh dan berkembang dalam keadaan sehat jasmani, sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional, menginggat angka kesakitan dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi. Angka kesakitan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya karena penyebab utamanya berhubungan dengan faktor lingkungan antara lain; asap dapur, penyakit infeksi dan pelayanan kesehatan.
Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang balita yaitu ISPA, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap balita antara pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya, pemeriksaan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada orang tua (Lamusa, 2006).

2.4 Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian
2.4.1 Asap Dapur
Gangguan saluran pernapasan yang diderita masyarakat selain disebabkan oleh infeksi kuman juga disebabkan adanya pencemaran udara yang terdapat dalam rumah, kebanyakan karena asap dapur. Pencemaran udara dalam rumah yang berasal dari aktivitas penghuninya antara lain : pengguna bahan bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan ruangan, asap rokok, pengguna insektisida semprot maupun bakar dan penggunaan bahan bangunan sintesis seperti cat dan asbes (Sukar,1996)
Menurut Anwar (1992), bahan pencemar yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar biomassa yang menimbulkan asap (asap dapur) yang berbahaya bagi kesehatan adalah :
1) Partikel
Partikel dalam asap pembakaran bahan bakar biomassa mengandung unsur-unsur kimia, seperti timbal (Pb), besi (Fe), mangan (Mn),arsen (As), cadmium (Cd). Partikel yang terhisap dapat menempel pada saluran pernapasan bagian atas masuk langsung ke paru-paru hal ini tergantung pada kandungan kimia dan ukurannya. Paparan partikel dengan kadar tinggi akan menimbulkan edema pada trachea, bronchus, dan bronchiolus. Beberapa logam seperti Pb dan Cd, bersifat akumulatif, paparan yang berulang dan berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan terakumulasinya logam-logam tersebut dalam alat pernapasan. Hal ini akan menimbulkan pengaruh yang bersifat kronis, yaitu terjadinya iritasi pada saluran napas sampai dengan timbulnya kanker paru.
2) Senyawa-senyawa hidrokarbaon aromatik polysiklik.
Salah satu senyawa yang berbahaya terhadap kesehatan karena diketahui bersifat karsinogenik adalah benzo-a-pyrene.
3) Formaldehid (HCHO)
Paparan Formaldehid dapat mengakibatkan iritasi pada mata, hidung dan alat pernapasan bagian atas. Hal ini terjadi karena adanya reaksi ketika bahan pencemaran bercampur dengan air mata atau lendir dalam saluran pernapasan.
4) Carbonmonoksida (CO)
Pengaruh akut inhalasi CO adalah berkurangnya persediaan oksigen dalam tubuh, yang disebabkan oleh bergabungnya CO dalam darah dengan molekul hemoglobin membentuk CO-Hb.
5) Sulfurdioksida (SO2)
Sulfurdioksida mempunyai sifat yang lebih mudah larut dalam air membentuk asam sulfat aerosol, yang dapat masuk ke dalam paru dan mangganggu fungsi paru.
Anak-anak/balita biasanya berada di dekat api atau berada di pangkuan ibunya ketika sedang memasak dan saat menyiapkan makanan bagi keluarga sehingga kontak dengan polusi dari bahan bakar biomassa dalam dapur, yang berlangsung secara terus menerus menyebabkan iritasi pada mukosa saluran pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

2.4.2 Kebiasaan Merokok Dalam Rumah
Kesehatan yang kian mengkuatirkan di Indonesia adalah semakin banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin banyak penderita gangguan kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap sepele karena beberapa penelitian memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang mengalami risiko lebih besar daripada perokok sesungguhnya (Dachroni, 2003).
Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap sidestream. Polusi udara yang diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainstream yang sudah terekstrasi dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau lingkungan. Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok pasif atau perokok terpaksa (Adningsih, 2003).
Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara (Dachroni, 2002).

2.4.3 Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan yang dibuat manusia ataupun susu hewan seperti susu sapi (Soeharjo, 1992).
Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif berarti hanya memberikan ASI saja, tanpa tambahan makanan atau minuman apapun termasuk air (obat-obatan dan vitamin yang tidak dilarutkan dalam air mungkin dapat diberikan kalau dibutuhkan secara medis). Anak sampai usia enam bulan pertama hanya membutuhkan ASI Ekslusif menyediakan segala-galanya yang dibutuhkan anak usia ini , isapan anak menentukan kebutuhannya, oleh karenanya diberikan kesempatan sepenuhnya ia untuk dapat menghisap sepuasnya (BKKBN, 2001).Sedangkan menurut Rusli (2004) ASI Ekslusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa memberikan makanan/cairan lain. Bayi yang mendapat ASI Ekslusif lebih tahan terhadap ISPA (lebih jarang terserang ISPA), karena dalam air susu ibu terdapat zat anti terhadap kuman penyebab ISPA (Anonim, 2004).

2.4.4 Status Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Anonim, 2008).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya.
Infeksi SPA adalah salah satu jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri, batuk rejan dan campak.





2.4.5 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam 1 tahun, sekitar 89.000 bayi usia 1 bulan meninggal, artinya setiap 5 menit ada 1 neonatus meninggal. Penyebab utama kematian neonatal adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) (29 %) yang kedua adalah asfiksia (27 %).
Berat Badal Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat lahir < 2500 gram. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih bulan. BBLR kurang bulan/prematur khususnya yang masa kehamilannya < 35 minggu, biasanya mengalami penyulit seperti gangguan napas, ikterus, infeksi dan lain-lain. Sementara BBLR yang cukup / lebih bulan umumnya organ tubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu bermasalah dalam perawatannya. Mereka hanya membutuhkan kehangatan, pemberian nutrisi dan mencegah infeksi (Anonim, 2007).
BBLR berisiko mengalami gangguan proses adaptasi pernapasan waktu lahir hingga dapat terjadi asfiksia, selain itu BBLR juga berisiko mengalami gangguan napas yakni bayi baru lahir yang bernafas cepat > 60 kali/menit, lambat < 30 kali/menit dapat disertai sianosis pada mulut, bibir, mata dengan/tanpa retraksi dinding dada/epigastrik serta merintih, dengan demikian BBLR sangat beresiko untuk terkena ISPA dibandingkan bayi bukan BBLR (Anonim, 2007).

2.5 Kerangka Konsep
ISPA merupakan penyakit infeksi yang di sebabkan oleh bakteri maupun virus, lebih sering terjadi pada anak berusia dibawah lima tahun (balita). Anak balita yang menderita ISPA apabila tidak mendapat pengobatan dapat mengalami kematian. ISPA di pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah:
Asap dapur sebagai sisa hasil pembakaran rumah tangga, bila terhirup secara terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan penghuni rumah terutama kelompok balita, sehingga dapat berisiko terjadinya sakit.
Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat mencemari ruangan sehingga asap rokok dapat terisap oleh anak balita.
Bayi dengan BBLR mudah menderita penyakit infeksi terutama pneumonia dan saluran pernafasan lainnya karena perkembangan zat kekebalan tubuh kurang sempurna.
Berdasarkan pola pemikiran di atas maka dibuatlah kerangka konsep variabel yang diteliti sebagai berikut :










Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan : : Variabel diteliti

2.6 Hipotesis Penelitian.
1. Ho : Asap dapur, kebiasaan merokok, BBLR, Imuisasi, letak dapur, bukan faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sampara Kabupaten Konawe.
2. Ha : Asap dapur, kebiasaan merokok, BBLR, Imuisasi, letak dapur, merupakan faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sampara Kabupaten Konawe.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan case control yaitu membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol berdasarkan status terpaparnya (Murty, 1997) dengan menggunakan pendekatan retrospektif dimana efek diidentifikasi pada saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2002).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini rencana dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai dengan April 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas Sampara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe.

3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang pernah menderita ISPA yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Sampara Kabupaten Konawe 2008. Jumlah populasi 1.149 kasus ISPA dan 383 kasus pneumonia.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah :
a. Sampel kasus dalam penelitian ini adalah semua balita yang pernah ISPA dan terpilih sebagai sampel yang pernah berkunjung ke Puskesmas Sampara 2008. Sedangkan respondennya ibu balita, pengambilan sampel dilakukan secara Porporsive Sampling. Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan rumus sebagai berikut :
(Sopiyudin, D., 2005)
Keterangan :
n = Besar Sampel
z = Deviasi normal standar ditentukan. Karena  yang ditentukan sebesar 5% maka z = 1,96.
Q = Probabilitas gagal atau yang tidak mengalami kasus sebesar (1-p) maka q = 1 - 0,2 = 0,8
d = Tingkat kecermatan yang diinginkan ditentukan sebesar 0,1
p = Taksiran prevalensi penderita ISPA yang mengalami ISPA berat, karena belum diketahui maka ditentukan sebesar 0,2

Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:
n =
=
= 61,5 dibulatkan menjadi 62
Shingga besar sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 62 sampel.
b. Kontrol adalah keluarga yang memiliki balita sehat sebanyak 62 keluarga. Kelompok kontrol diambil dari tetangga kelompok kasus yang memiliki ukuran yang sama seperti umur dan jenis kelamin, hal ini untuk memudahkan peneliti dalam pengumpulan data dan jika mengambil banyak faktor yang harus disamakan dengan kasus dapat menyebabkan kesulitan untuk mendapat kontrol (Sastroasmoro dan Ismael,1995)
Jumlah total sampel adalah jumlah sampel kasus ditambah dengan jumlah sampel kontrol, sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 124.





3.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner (daftar pertanyaan) dan Komputer dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS), sebagai alat bantu dalam mengumpul data serta mengolah data hasil penelitian.

3.5 Variabel Penelitian
• Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu :
1. Asap dapur
2. Kebiasaan merokok
3. ASI Ekslusif
4. Status imunisasi
5. Berat badan lahir rendah (BBLR)
• Variabel terikat
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kejadian ISPA

3.6 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti didefinisikan sebagai berikut :
3.6.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang bersifat akut dengan adanya batuk, pilek, serak, demam, baik disertai maupun tidak disertai napas cepat atau sesak napas, yang berlangsung sampai 14 hari.
Kriteria Objektif :
Menderita (1) : Bila hasil diagnosa dokter atau paramedis terlatih pada catatan medis menunjukkan balita menderita ISPA.
Tidak menderita (2) : Bila hasil diagnosa dokter atau paramedis terlatih pada catatan medis menunjukkan balita tidak menderita ISPA. (Depkes R.I., (2002).


3.6.2 Umur
Umur < 1 tahun dan 1 – 5 tahun merupakan matching dimana umur balita yang menjadi sampel kasus harus sama dengan umur balita yang menjadi kontrol.
3.6.3 Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki dan perempuan merupakan matching dimana jenis kelamin yang menjadi sampel kasus harus sama dengan jenis kelamin sampel kontrol.
3.6.4 Asap Dapur
Asap dapur adalah asap/polusi yang ditimbulkan oleh bahan bakar yang berasal dari kayu/arang yang digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak.
Kriteria Objektif :
Terpapar (1) : Bila asap dapur masuk dalam rumah dan terhirup oleh penghuni rumah. (Depkes R.I., (2002)
Tidak terpapar (2 : Bila asap dapur tidak masuk dalam rumah
3.6.5 Kebiasaan Merokok Dalam Rumah
Kebiasaan merokok dalam rumah yaitu terdapatnya seorang anggota keluarga atau lebih yang mengisap rokok dalam rumah.
Kriteria Objektif :
Ada (1) : Bila terdapat seorang atau lebih dalam rumah
Tidak ada (2) : Bila tidak terdapat perokok dalam rumah (Depkes R.I., (2002).
3.6.6 ASI Ekslusif
ASI Ekslusif adalah memberikan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan, tanpa makanan dan minuman lainnya.
Kriteria Objektif :
ASI Ekslusif (1) : Bila sesuai dengan definisi tersebut di atas
Bukan ASI Ekslusif (2) : Bila tidak sesuai dengan definisi tersebut di atas. (Depkes R.I., (2002).

3.6.7 Status Imunisasi
Status imunisasi adalah pemberian imunisasi secara lengkap kepada bayi yaitu BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali , hepatitis 3 kali serta campak 1 kali.
Kriteria Objektif :
Lengkap (1) : Bila pemberian imunisasinya lengkap
Tidak lengkap (2) : Bila pemberian imunisasinya tidak lengkap (Depkes R.I., (2002)
3.6.8 BBLR
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan < 2500 gram.
Kriteria Objektif :
BBLR (1) : Bila berat badan bayi baru lahir < 2500 gram
Bukan BBLR (2) : Bila berat badan bayi baru lahir ≥ 2500 gram (Depkes R.I., (2002)

3.7 Prosedur Penelitian / Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah tersedia, baik itu data asap dapur, kebiasaan merokok dalam rumah, ASI esklusif, status imunisasi dan berat badan lahir rendah (BBLR).

b. Data Sekunder
Datas sekunder diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Sampara, Dinkes Kabupaten Konawe, Dinkes Prop. Sultra dan instansi terkait lainnya.

c. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer melalui program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 12.0.

d. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing variabel dengan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependent dan independent. Karena rancangan penelitian ini adalah case control, hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen digunakan uji statistik Odds Ratio (OR) tabel kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut di atas ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Jika nilai p < α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel dependent dengan independent.
b. Jika nilai p ≥ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan independent

e. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan setelah data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi serta tabel analisis pengaruh antara variabel disertai narasi.

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS



Definisi:
Kanker serviks adalah penyakit akibat tuor ganas pada mulut rahim karena adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Proses keganasan menyebabkan jaringan di sekitarnya tidak dapat menjalankan fungsinya, kondisi ini juga disertai dengan adanya perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang abnormal.

Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui namun terdapat beberapa faktor yang berhubungan erat dengan kanker serviks; aktivitas seksual dini, pasangan seksual dua atau lebih/berganti-ganti, infeksi virus Human Papilloma Virus, penggunaan estrogen berlebihan, hygiene genitalia yang buruk, merokok, lingkungan yang terpajan zat karsinogenik dan status sosial ekonomi yang rendah.

Patofisiologi
Proses perkembangan kanker serviks berjalan lambat, diawali dengan adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progressif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktifitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormonal. Pada jangka waktu sekitar 10 tahun perkembangan menjadi bentuk preinvasif dan kemudian menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofilik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan sekitar serviks dan kemudian ke rektum dan vesika urinaria. Kanker serviks juga dapat meluas ke segmen bawah uterus dan kavum uteri.

Manifestasi Klinis
Fluor albus (keputihan) meruakan gejala yang paling sring ditemukan. Cairan sekret vagina berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahan terjadi pasca senggama atau pada saat pemeriksaan dalam, kemudian nyeri juga dirasakan pada daerah ekstremitas bawah dan lumbal.
Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan pasien
Pasien dengan stadium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, tapi pada tahap lanjut, paienn datang dengan keluhan perdarahan, keputihan dan merasa nyeri di area servikal
2.Riwayat kebidanan
Paritas, riwayat penggunaan kontrasepsi, riwayat abortus, riwayat infeksi nifas, kelainan menstruasi, perdarahan setelah aktifitas, perdarahan pasca senggama
3. Kondisi sosial ekonomi
Status sosial ekonomi, riwayat pekerjaan, kualitas dan kuantitas makanan, personal hygiene terutama daerah urogenitalia
4.Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan pemeriksaan pap smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung dan gineskopi.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan diagnosa penyakit kanker servik yang sudah progressif.
 Pertahankan komunikasi terbuka.
 Jelaskan prosedur, intervensi, dan tindakan, efek samping dan hasil
 Sikap optimistik.
 Beri kesempatan mengungkapkan kecemasan, rasa takut.
 Ajarkan teknik relaksasi mengurangi kecemasan.

b. Tidak efektifnya koping individu dan keluarga berhubungan dengan penyakit yang diderita, diagnosa dan prognosa penyakit, perubahan gaya hidup, serta perubahan peran dan fungsi.
 Kaji kemampuan pasien dan keluarga untuk mengatasi kondisi pasien
 Libatkan keluarga dalam perencanaan intervensi.
 Kaji koping yang selama ini digunakan dalam mengatasi masalah
 Bantu untuk menemukan koping baru yang positif
 Dorong diskusi terbuka antara pasien dan keluarga tentang masalah mereka,
ketakutan,kecemasan dan pertanyaan dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti.
 Jawab pertanyaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dan
keluarga.
 Bila memungkinkan libatkan pasien lain dengan membentuk support group.

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa pada pembuluh darah disekitar organ-organ yang lain sebagai akibat penyakit
 Kaji tingkat nyeri menggunakan skala 0 -10,evaluasi karakteristik,durasi dan
frekwensi nyeri, monitor TTV, indikasi peningkatan nyeriseperti berkeringat,
meringis,menangis.
 Catat pengalaman yang lalu tentang nyeri cara menanggulanginya.
 Ajari cara-cara menurun kan nyeri dengan metode non farmakologik seperti
tarik napas dalam, membayangkan hal-hal yang indah dan
menyenangkan,membaca buku,mendengarkan musik, dan mengajak bercerita
tentang masalah yang disenangi oleh pasien.
 Kolaborasi dngan dokter pemberian analgesik.

d. Gangguan body image berhubungan dengan eksisi pembedahan, kerusakan bagian ginekologi(histerektomi).
 Beri waktu untuk membiasakan diri dan ijinkan untuk mengekspresikan
penyangkalannya
 Gali potensi positif yang dimiliki oleh pasien,
 Anjurkan untuk memaksimalkan potensi, danmeminimal kelemahan
 Jelaskan miskonsepsi tentang kondisinya dan berikan feedback yang relevan.
 Dukung pasien untuk bergabung dengan pasien lain untuk dapat berbagi rasa.
 Pasien yang telah dilakukan histerektomi kolaborasikan dengan dokter untuk
pemberian replacement therapy.

e. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penyakit kanker yang sudah stadium lanjut, anoreksia.
 Dokumentasikan BB, TB, TTV, dan status nutrisi saat ini.
 Evaluasi asupan intake dan output.
 Evaluasi integritas kulit pasien.
 Tingkatkan asupan nutrisi dengan makanan tinggi kalori, tinggi protein,
makan sedikit tapi sering,
 Anjurkan untuk menyiapkan makanan kesukaan jika tidak ada pantangan.
 Kolaborasi pemberian cairan intravena untuk hidrasi

f. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL) berhubungan dengan kondisi pasien yang lemah, penatalaksanaan keperawatan pasien bedrest total.
 Bantu kebutuhan yang tidak dapat dilakukan klien, seperti membantu
kebersihan diri, makan, minum.
 Bantu memenuhi kebutuhan eliminasi (BAB, dan BAK)
 Bantu pemenuhan perawatan kebersihan diri
 Fasilitasi pemenuhan aktivitas seperti membaca, menulis atau kebutuhan
mendengarkan musik di tempat tidur.
 Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien.

g. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, daya tahan tubuh yang lemah dan menurun.
 Jaga kebersihan pasien dan peralatan yang digunakan.
 Minimalkan tindakan yang memungkinkan terjadinya infeksi seperti tindakan
invasif.
 Tingkatkan asupan makanan yang bergisi.
 Anjurkan pasien banyak mengkonsumsi makanan yang bergizi. Istirahat dan
kebutuhan tidur yang cukup.
 Jelaskan kondisi klien yang berisiko untuk infeksi Jelaskan kondisi klien yang
berisiko untuk infeksi
 Pertahankan sterilitas setiap melakukan tindakan pada pasien














RENCANA KEPERAWATAN
PADA KLIEN CA SERVIKS DI ZONE A LT.2 RSCM JAKARTA


Nama : Diagnosa Medis :
Umur : No Rekam Medis :
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Rencana Tindakan
Kecemasan berhubungan dengan diagnosa penyakit kanker servik yang sudah progressif.













Tidak efektifnya koping individu dan keluarga berhubungan dengan penyakit yang diderita, diagnosa dan prognosa penyakit, perubahan gaya hidup, serta perubahan peran dan fungsi.


























Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan pada pembuluh darah disekitar organ-organ lain sebagai akibat penyakit
























Gangguan body image berhubungan dengan eksisi pembedahan, kerusakan bagian ginekologi(histerektomi).






















Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubung dengan penyakit kanker yang sudah stadium lanjut, anoreksia,mual, muntah

















Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL) berhubungan dengan kondisi pasien yanglemah, pasien bedrest total.


















Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, daya tahan tubuh yang lemah dan menurun

Tujuan jangka panjang (tupan) : Cemas hilang berkurang

Tujuan jangka pendek (tupen) : lebih kurang 2 hr cemas berkurang ditandai dengan pasien mengatakan mengerti keadaannya. Dan dapat Mengungkapkan perasaannya.





Tupan: pasien dan keluarga dapat menemukan koping yang positif, dan menerima realita yang dialami oleh pasien.
Tupen : Pasien dan keluarga setelah 3 kali pertemuan dapat menemukan koping yg positif dalam menghadapi masalah






















Tupan : Rasa nyeri dapat berkurang/diminimalkan atau dihilangkan.

Tupen : Dalam satu hari pasien mengatakan nyeri berkurang dengan menunjukkan skala. Pasien dapat mempraktekkan cara menanggulangi nyeri nonfarmakologi yang telah diajarkan.

















Tupan: Pasien dapat menerima body image dengan keadaannya saat
ini
Tupen : Setelah 3 kali pertemuan pasien dapat menerima keadaannya dengan berjanji akan memaksimalkan potensi yg dimiliki,dan me minimal kekurangan















Tupan : kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan.
Tupen : Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang tersedia,mual, muntah tidak terjadi















Tupan :Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL tanpa dibantu orang lain.
Tupen : Selama perawatan di RS kebutuhan ADL klien terpenuhi dengan bantuan perawat dan keluarga.















Tujuan : Infeksi tidak terjadi/dapat dihindari
Tupen : Selama dalam perawatan pasien tidak terdapat adanya tanda-tanda infeksi
















□ Pertahankan komunikasi terbuka.
□ Jelaskan prosedur, intervensi, dan tindakan, efek samping dan hasil
□ Sikap optimistik.
□ Beri kesempatan mengungkapkan kecemasan, rasa takut.
□ Ajarkan teknik relaksasi mengurangi kecemasan.



□ Kaji kemampuan pasien dan keluarga untuk mengatasi kondisi pasien
□ Libatkan keluarga dalam perencanaan intervensi.
□ Kaji koping yang selama ini digunakan dalam mengatasi masalah
□ Bantu untuk menemukan koping baru yang positif
□ Dorong diskusi terbuka antara pasien dan keluarga tentang masalah mereka, ketakutan,kecemasan dan pertanyaan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
□ Jawab pertanyaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga.
□ Bila memungkinkan libatkan pasien lain dengan membentuk support group.






□ Kaji tingkat nyeri menggunakan skala 0 -10,evaluasi karakteristik,durasi dan frekwensi nyeri, monitor TTV, indikasi peningkatan nyeriseperti berkeringat, meringis,menangis. b.Catat pengalaman yang lalu tentang nyeri cara menanggulanginya.
□ Ajari cara-cara menurun kan nyeri dengan metode non farmakologik seperti tarik napas dalam, membayangkan hal-hal yang indah dan menyenangkan,membaca buku,mendengarkan musik, dan mengajak bercerita tentang masalah yang disenangi oleh pasien.
□ Kolaborasi dngan dokter pemberian analgesik.



□ Beri waktu untuk membiasakan diri dan ijinkan untuk mengek spresikan enyangkalannya
□ Gali potensi positif yang dimiliki oleh pasien,
□ Anjurkan untuk memaksimalkan potensi, danmeminimal kelemahan
□ Jelaskan miskonsepsi tentang kondisinya dan berikan feedback yang relevan.
□ Dukung pasien untuk bergabung dengan pasien lain untuk dapat berbagi rasa.
□ Pasien yang telah dilakukan histerektomi kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian replacement therapy.



□ Dokumentasikan BB, TB, TTV, dan status nutrisi saat ini.
□ Evaluasi asupan intake dan output.
□ Evaluasi integritas kulit pasien.
□ Tingkatkan asupan nutrisi dengan makanan tinggi kalori, tinggi protein, makan sedikit tapi sering,
□ Anjurkan untuk menyiapkan makanan kesukaan jika tidak ada pantangan.
□ Kolaborasi pemberian cairan intravena untuk hidrasi



□ Bantu kebutuhan yang tidak dapat dilakukan klien, seperti membantu kebersihan diri, makan, minum.
□ Bantu memenuhi kebutuhan eliminasi (BAB, dan BAK)
□ Bantu pemenuhan perawatan kebersihan diri
□ Fasilitasi pemenuhan aktivitas seperti membaca, menulis atau kebutuhan mendengarkan musik di tempat tidur.
□ Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien.

□ Jaga kebersihan pasien dan peralatan yang digunakan.
□ Minimalkan tindakan yang memungkinkan terjadinya infeksi seperti tindakan invasif.
□ Tingkatkan asupan makanan yang bergisi.
□ Anjurkan pasien banyak mengkonsumsi makanan yang bergizi. Istirahat dan kebutuhan tidur yang cukup.
□ Jelaskan kondisi klien yang berisiko untuk infeksi Jelaskan kondisi klien yang berisiko untuk infeksi
□ Pertahankan sterilitas setiap melakukan tindakan pada pasien

makalah gizi buruk (kep. komunitas I)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kasus gizi buruk di sejumlah daerah masih sering terjadi, pemerintah dinilai belum serius menangani masalah tersebut. Pemerintah pun diminta segera mengeluarkan kebijakan untuk menyelesaikan tingginya angka gizi buruk yang mencapai 5,4 persen dari total populasi anak-anak di Indonesia.
Keluarga merupakan basis yang diyakini berperan besar terhadap perbaikan gizi, sekaligus peningkatan kualitas sumber daya manusia
Gizi buruk sebagai kondisi yang ada di balita kita adalah kerugian investasi bagi masa depan negara ini. bayangkan bila saat ini balita berada dalam kekurangan gizi .. sedangkan dalam masa ini terjadi pertumbuhan otak yang sangat vital bagi kecerdasan generasi penerus bangsa ini suatu saat kelak.
Anak yang dengan gizi buruk pasti akan terganggu perkembangan otaknya yang berujung tidak optimalnya otak dalam berfungsi. Dan bila ini terjadi pasti akan terdapat kekurangan dalam fungsinya pada saat dewasa.
Tanpa kita sadari kita akan mengantarkan negara ini bukan kepada rakyat Indonesia.
Saat ini penanganan Gizi Buruk terus berlangsung di seluruh pelosok negri ini. Menangani gizi buruk adalah merubah perilaku.
- Bagi kita yang sudah mempunyai kemampuan dan perilaku yang menyebabkan balita kita tumbuh dengan baik mari kita ajak sekitar kita untuk melaksanakan hal yang sama. Paling tidak kontak anda di facebook
- Bagi kita yang siap memberikan bantuan kepada sesama kita yang sedang menderita gizi buruk. Lakukan! Jadikan itu gerakan yang terus menerus membawa kebaikan bagi sesama.
- Bagi kita yang siap dalam bergabung mencegah timbulnya kasus gizi buruk mari kita laksanakan pola hidup yang bersih dan sehat dan terus menularkannya kepada sesama. Sebagai salah satu anak negeri ini kita punya kesempatan yang sama dalam berperan mengentaskan kasus2 dan menggalakkan Pencegahan Gizi buruk pada balita kita.

1.2 Tujuan penulisan
 Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk memberi informasi tentang mengenai issu pada kasus Gizi buruk di kalangan masyarakat komunitas. Karena pada saat ini di indonesia sudah banyak di jumpai bayi-bayi dengan kasus gizi buruk.
 Tujuan Khusus
Tujuan dibuatnya makalah ini agar mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang :
1. menjelaskan definisi gizi Buruk
2. menjelaskan tentang Penyebab Gizi Buruk
3. menjelaskan tentang klasifikasi gizi buruk
4. menjelaskan mengenai program penanggulangan gizi buruk oleh pemerintah
5. menjelaskan tentang pentingnya usaha pencegahan gizi buruk
6. menjelaskan tentang masalah-masalah gizi buruk
7. menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya gizi buruk
8. menjelaskan tentang Kebijakan kesehatan untuk gizi buruk di masyarakat
9. menjelaskan tentang peran perawat komunitas pada program keluarga binaan.
10. menjelaskan tentang target indikator kadarzi 2007
11. menjelakan tentsng kebijakan-kebijakan tentang pencegahan dan penanggulangan gizi buruk
12. menerangkan mengenai strategi pencegahan dan penanggulangan gizi buruk
13. menjelaskan tentang pokok-pokok kegiatan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi buruk
Gizi buruk adalah keadaan dimana asupan zat gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. (http://one.indoskripsi.com/node/748 )
Gizi buruk adalah keadaan gizi berdasarkan hasil penimbangan berat badan pada Kartu Menuju Sehat (KMS) berada di bawah garis merah atau berat badan (BB)/umur-3 SD standar WHO-NCHS.
Umumnya gizi buruk ini di derita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energi yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus / bakteri.( http://one.indoskripsi.com/node/748)

2.2 Penyebab Gizi Buruk
Penyebab gizi buruk di indonesia terbagi menjadi 2 yaitu ;
1. penyebab langsung
- penyakit infeksi
2. penyebab tidak langsung
- kemiskinan keluarga
- tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
- sanitasi lingkungan yang buruk
- pelayanan kesehatan yang kurang memadai

Klasifikasi Gizi Buruk
Pada kasus gizi buruk. Biasa terbagi menjadi 3 kategori. Yaitu ;
- Kwashiorkor
1. wajah membulat dan sembab
2. mata sayu
3. cengeng dan rewel
4. rambut kusam, pirang dan mudah dicabut
5. bercak merah coklat pada kulit

- Marasmus
1. tampak sangat kurus
2. tulang terbalut kulit
3. wajah seperti orang tua
4. cengeng dan rewel
5. perut cekung
- kwashiorkor – marasmus
Gejalanya merupakan gabungan dari kwashiorkor dan marasmus.

Program penanggulangan gizi buruk oleh pemerintah
- Revitalisasi Posyandu, Puskesmas serta sarana penunjang lainnya.
- Advokasi untuk meningkatkan komitmen eksekutif, legislative, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk peduli dan bertindak nyata di lingkungannya.
- Memberikan bantuan pangan, makanan pendamping ASI, pengobatan penyakit, penyediaan air bersih, penyuluhan gizi dan kesehatan.
- Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan.

Usaha pencegahan gizi buruk
- Melaksanakan sistem kewaspadaan dini secara intensif.
- Pelacakan kasus dan penemuan kasus baru.
- Pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi, pendidikan dan ketahanan pangan intuk meningkatkan pengetahuan dan daya beli keluarga.
- Mengintegrasikan program perbaikan gizi dan ketahanan pangan ke dalam program penanggulangan kemiskinan.
- Meningkatkan pendidikan masyarakat terutama wanita.
- Pemberdayaan KADARZI (Keluarga Sadar Gizi) :
1. menimbang berat badan secara teratur
2. makan beraneka ragam setiap hari
3. Hanya memberikan ASI sampai umur 6 bulan dan diteruskan dengan pemberiam makanan pendamping ASI (MP-ASI) sampai umur 2 tahun.
4. menggunakan garam beryodium
5. memberikan suplemen gizi, seperti : Vit A dan tablet Fe

Masalah Gizi Buruk
Tolok ukur yang paling mudah untuk melihat status gizi biasanya melalui KMS (Kartu Menuju Sehat). Dalam pendekatan Positive Deviance, kader, bidan desa, PKK memegang peranan penting dalam menggerakkan masyarakat. Mereka bersama-sama melakukan FGD (Focus Group Discussion) untuk melihat norma-norma umum dan norma-norma khusus yang terjadi di masyarakat yang berhubungan dengan pola makan, pola asuh, pola pelayanan kesehatan, pola kesehatan pribadi dan lingkungan, dll. Dari hasil diskusi ini di pisahkan mana yang menjadi norma dan kebiasaan yang baik dan mana yang buruk. Yang mendasar di lakukan adalah bagaimana masyarakat menyadari bahwa gizi buruk/kurang merupakan masalah bagi mereka.
Dengan begitu diharapkan dari masyarakat muncul kesadaran untuk dapat keluar dari permasalahan itu. Ini yang penting sekali dan menjadi akar berhasil tidaknya program ini. Sebaik apapun kita mengatasi masalah maka masalah akan selalu muncul kembali jika tanpa memampukan masyarakat untuk menyadari dan mengatasi masalahnya secara mandiri.
Masalah gizi buruk tidak semata-mata kurang pangan, tapi menyangkut tentang pola makan, pola asuh, pola pelayanan kesehatan, pola kesehatan pribadi dan lingkungan, dll, dan itu bisa kita contoh dari lingkungan sekitar kita...ketika keluarga yang lain dengan tingkat ekonomi yang sama dapat merawat anaknya tumbuh sehat, mengapa yang lain tidak? Selama kita mau berubah, tidak ada yang tidak mungkin untuk kita lakukan, termasuk memberikan hak terhadap anak-anak kita untuk dapat tumbuh sehat.





faktor-faktor penyebab terjadinya gizi buruk
penyebab gizi buruk dapat dikarenakan oleh faktor kemiskinan, pengetahuan, pendidikan dan budaya kebiasaan.
1. kemiskinan
Kemiskinan sering didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu atau rumah tangga dalam mencapai standar hidup yang maksimal, sehingga tidak mampu memberikan yang terbaik bagi anggota keluarganya, baik dari nilai gizi dan kelayakan makanan. Secara garis besar ada hubungna antara kemiskinan dengan kesehatan, masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan pada umumnya memiliki kelayakan hidup yang lebih rendah, lebih rentan terhadap penyakit menular, tingginya angka kematian pada bayi, ibu hamil dan melahirkan serta proporsi kesehatan yang sangat rendah
2. pengetahuan
Pengetahuan orang tua tentang asupan gizi untuk anak juga sebagai pemicu munculnya gizi buruk. Selama ini banyak oarng tua yang menganggap jika anaknya hanya diberi makan nasi dengan kecap atau dengan lauk kerupuk atau hanya dengan ikan saja tanpa sayur, maka orang tua beranggapan itu sudah benar, karena anaknya sudah terbebas dari lapar, tetapi sebenarnya pemberian yang dilakukan secara terus-menerus akan berdampak pada anak sendiri, ketahanan tubuh akan lemah sehingga anak akan mudah terserang penyakit yang berkelanjutan.
3. pendidikan
Data dari Indonesia dan di Negara lain menunjukkan adanya hubungan antara kemiskinan dengan proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penuduk makin besar presentase anak kekurangan gizi makin besar pendapatan, makin kecil presentasinya. Hubungan bersifat timbal balik. Kurang gizi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktifitas. Sebalinya kemiskinan menyebabkan anak tidak mendapatkan makanan bergizi yang cukup sehingga kurang gizi dan seterusnya. (Irwandy, 2008)


4. budaya kebiasaan
Faktor social budaya dapat juga menjadi faktor penyebab gizi buruk dimana adanya pantangan mengkonsumsi makanan tertentu, seperti anak tidak boleh makan ikan karena takut kecacingan. (Astuti Yuni Nursasi, inna-ppni.or.id.)

2.8 Kebijakan kesehatan untuk gizi buruk di masyarakat
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh banyak pihak untuk mengurangi persoalan gizi buruk. Meski berakar dari persoalan kemiskinan ekonomi, namun faktor non ekonomi tidak bisa diabaikan.
Dari menelusuri persoalan di tingkat rumah tangga, komunitas dan kebijakan publik, bisa dipetakan apa yang bisa diperbuat untuk menyelamatkan jutaan anak-anak yang terancam hilang. Disatu sisi intervensi di tingkat rumah tangga mesti dijalankan secara terpadu dengan intervensi di level komunitas. Di sisi lain, kebijakan publik tidak bisa lagi di rumuskan hanya berdasarkan orientasi.
masalah mendasar yang teridentifikasi dalam studi ini yang disadari atau tidak telah berdampak pada lemahnya efektifitas penanggulangan gizi buruk :
1. Lemahnya kerjasama dan koordinasi diantara beberapa pihak yang terlibat
2. Pendekatan yang condong emergensi/kuratif/jangka pendek tanpa disertai program-program strategis yang berorientasi preventif jangka panajng,
3. Diabaikannya potensi dan sumber daya komunitas lokal.
Persoalan gizi buruk tidak kalah seriusnya dengan setumpuk permasalahan anak lainnya. Beberapa kebijakan telah di buat oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah gizi buruk ini.
1. UUD 1945 Pasal 34
Berbunyi : “Fakir miskin dan anak terlantar di biayai oleh negara”
2. Dalam Konvensi Hak Anak yang sudah diratifikasi Indonesia, Negara akan menjamin atas perawatan dan perlindungan anak terutama dalam bidang keselamatan dan kesehatan. Yang termasuk dalam lingkup kesehatan, bahwa Negara akan memberikan hak kepada anak untuk memperoleh standar kehidupan yang layak agar bisa berkembang secara fisik, mental spiritual, moral maupun sosisl budaya.
3. program askeskin
Problem yang selama ini terjadi, akses kesehatan untuk anak yang berasal dari keluarga miskin sangat susah dan berbelit-belit,
4. program posyandu
Program ini seperti berjalan di tempat, jika ada dana untuk pemberian makanan tambahan baru dilakukan dan itu tidak sampai di pemukiman-pemukiman masyarakat yang kebanyakan adalah masyarakat yang sangat rentan dengan gizi buruk.
5. Program Best Practice
Salah satu program yang telah dicanangkan oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kabupaten Purworejo untuk menanggulangi masalah gizi buruk dengan pembuatan prosedur penanggulangan balita gizi buruk dari tingkat Rumah Tangga, tingkat Kecamatan ( Puskesmas ) sampai tingkat Kabupaten. Program yang di lakukan meliputi :
a. Penjaringan kasus balita gizi buruk
b. Pelayanan balita gizi buruk di puskesmas
c. Pelacakan balita gizi buruk dengan cara investigasi
d. Pelayanan balita gizi buruk di rumah tangga
e. Koordinasi Lintas Sektor dalam upaya penanggulangan balita gizi buruk.

2.9 Peran perawat komunitas pada program kluarga binaan.
Banyak sekali peran perawat yang dapat diterapkan dalam menghadapi masalah kesehatan komunitas. Mengenai masalah gizi buruk, peranan perawat komunitas dapat diwujudkan melalui penerapan program keluarga binaan. Meskipun banyak sekali peranan yang dapat dilakukan, ada 4 peranan utama yang dapat difokuskan pada program keluarga binaan, yaitu :
1. sebagai pemberi pelayanan keperawatan
2. sebagai case manager
3. sebagai pendidik
4. sebagai advokat

2.10 Target indikator pencegahan dan penanggulangan gizi buruk.
Pemerintah telah menargetkan mengenai indikator-indikator dalam pencegahan dan penaggulangan gizi buruk. Target indikator nya berupa :
1. Peningkatan pendidikan gizi.
2. Penanggulangan kurang energi protein,
anemia gizi besi, gangguan akibat kurang
yodium, kurang vitamin A dan kurang zat
gizi mikro lainnya.
3. Penanggulangan gizi lebih.
4. Pemberdayaan masyarakat.
5. Peningkatan surveilans gizi.
KHUSUS
1. Meningkatnya cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di
Posyandu, Puskesmas dan jaringannya.
2. Meningkatnya cakupan tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Sakit, Puskesmas
dan Rumah Tangga.
3. Meningkatnya kualitas tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Sakit, Puskesmas
dan Rumah Tangga.
4. Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan keluarga dalam menerapkan keluarga
sadar gizi.
5. Berfungsinya sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

UMUM
Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita menjadi setinggi-tingginya 20% dan prevalensi gizi buruk menjadi setinggi-tingginya 5% pada tahun 2009

2.11 Tujuan Kebijakan – kebijakan pencegahan dan penanggulangan gizi buruk
 Program Nasional Program Nasional. Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah
 Pendekatan komprehensif Pendekatan komprehensif, dengan mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan, yang didukung upaya pengobatan dan pemulihan.
 Semua kabupaten/kota secara terus menerus, dengan koordinasi koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi masyarakat lintas instansi/dinas dan organisasi masyarakat.
 Menggalang Menggalang kemitraan kemitraan antara pemerintahan, dunia usaha danmasyarakat di berbagai tingkat.
 Pendekatan Pemberdayaan masyarakat Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.

2.12 Strategi-strategi pencegahan dan penanggulangan gizi buruk.
1. menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
 Mengaktifkan kembali posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi keluarga dan masyarakat dalam memantau tumbuh kembang balita, dan menggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang.
 Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi, advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat.
2. meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
 Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota dengan prevalensi gizi kurang > 30%.
 Meningkatkan kemampuan petugas, dalam menejemen dan melakukan tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi posyandu yang di kelola oleh masyarakat melalui revitalisasi puskesmas.
3. meningkatkan sistem survaeilance, monitoring, dan informasi kesehatan.
 Mengaktifkan kembali sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKGP) melalui revitalisasi SKPG dan sistem kewaspadaan dini.
4. meningkatkan pembiayaan kesehatan termasuk perbaikan gizi buruk masyarakat.

2.13 Pokok-pokok kegiatan mengenai pencegahan dan penanggulangan gizi buruk.
1. Revitalisasi Posyandu
 Pelatihan/orientasi petugas Puskesmas dan lintas sektor
 Pelatihan ulang kader
 Pembinaan dan pendampingan kader
 Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku
KIA, panduan Posyandu, media KIE, sarana
pencatatan.
 Penyediaan biaya operasional
 Pemberdayaan ekonomi kader melalui penyediaan
modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah
(UKM)
2. Revitalisasi Puskesmas
 Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi
pimpinan dan petugas puskesmas dan jaringannya
 Penyediaan biaya operasional Puskesmas untuk
pembinaan posyandu, pelacakan kasus, kerjasama
LS tingkat kecamatan, dll
 Pemenuhan sarana antropometri dan KIE bagi
puskesmas dan jaringannya
 Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah
sakit dan puskesmas perawatan
3. Intervensi Gizi dan Kesehatan
 Perawatan/pengobatan gratis di Rumah Sakit dan Puskesmas balita
gizi buruk dari keluarga miskin
 Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6-23
bulan dan PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita
gizi kurang dari keluarga miskin
 Pemberian suplementasi gizi (kapsul vitamin A, tablet Fe)
4. promosi keluarga sadar gizi.
 Menyusun strategi (pedoman) promosi norma keluarga sadar gizi
 Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi
ke masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan,
tempat kerja, tempat-tempat umum.
 Melakukan kampanye secara bertahap, tematik menggunakan media
efektif terpilih
 Menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma
dengan dukungan petugas

5. pemberdayaan keluarga.
 Pemberdayaan di bidang ekonomi
 Pemberdayaan di bidang pendidikan
 Pemberdayaan di bidang kesehatan
 Pemberdayaan di bidang ketahanan pangan
6. advokasi dan pendampingan
 Menyiapkan materi/strategi advokasi
 Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala
 Melakukan pendampingan di kabupaten
7. Revitalisasi SKPG
 Memfungsikan sistem isyarat dini dan intervensi, serta
pencegahan KLB
 Memfungsikan sistem pelaporan, diseminasi informasi dan
pemanfaatannya
 Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi,
pemantauan konsumsi gizi, analisis data susenas).















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bedasarkan penjelasan di atas kami hanya bisa menyimpulkan tentang masalah gizi buruk dalam komunitas.
Bagi perawat komunitas Perawat komunitas perlu memahami tugas secara mendalam dalam penanggulangan gizi buruk pada masyarakat, paradigma pelaksanaan peran sebagi perawat hendaknya tidak hanya berdasar pada profit oriented, tetapi juga perlunya pemahaman akan pentingnya kepedulian sosial.
Bagi masyarakat Masyarakat sangat dibutuhkan kerjasamanya dalam mengurangi jumlah anak yang mengalami gizi buruk. Oleh sebab itu antusiasme masyarakat dalam penanggulangan gizi buruk sangat dibutuhkan.
Bagi pembuat kebijakan kesehatan Pemerintah perlu membentuk komite penanggulangan gizi buruk yang direkomendasikan untuk dibentuk mulai dari level desa, kabupaten, propinsi dan pusat dengan anggota-anggotanya mencakup berbagai pihak dalam masyarakat yang sudah atau potensial terlibat dalam kerja penaggulangan gizi buruk, seperti : pemerintah, komunitas agama dan pemerintah yang mendukung. Melalui komite ini seluruh sumber daya yang ada bisa dipersatukan secara lebih efektif, efisien, berdampak luas dan berkelanjutan.










DAFTAR PUSTAKA

dr. Entjang indan. ilmu kesehatan masyarakat. Alumni UNPAD 1986. Bandung
Program akselerasi peningkatan gizi masyarakat di kutip melalui http://one.indoskripsi.com/node/748

makalah tumbuh kembang ( keperawatan anak )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Seorang anak bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, karena ia mempunyai sifat berlainan dari orang dewasa. Ia harus tumbuh dan berkembang sampai dewasa agar dapat berguna bagi masyarakat. Walaupun pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu, seorang anak dalam banyak hal bergantung kepada orang dewasa, misalnya mengenai makan, perawatan, bimbingan, perasaan aman, pencegahan penyakit dan sebagainya. Oleh karena itu semua orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang, misalnya keperluan dan lingkunagan anak pada waktu tertentu agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya. Bila lingkungan akibat sesuatu hal menjadi buruk, maka keadaan tersebut hendaknya segera diubah sedemikian rupa sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Sebuah organ yang tumbuh berarti organ itu akan menjadi besar, karena sel-sel dan jaringan diantara sel bertambah banyak. Selama pembiakan, sel berkembang menjadi sebuah alat (organ) dengan fungsi tertentu. Pada permulaannya, organ ini masih sederhana dan fungsinya belum sempurna. Lambat laun organ tersebut dengan fungsinya akan tumbuh dan berkembang menjadi organ yang matang, seperti yang diperlukan orang dewasa. Dengan demikian pertumbuhan, perkembangan dan kematangan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Untuk perkembangan yang normal diperlukan pertumbuhan yang selalu bersamaan dengan kematangan fungsi. Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimum diperlukan berbagai faktor misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak yang sedang tumbuh. Penyakit infeksi akut maupun kronis menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit menular merupakan hal yang penting, di samping diperlukan bimbingan, pembinaan, perasaan aman dan kasih sayang dari ayah dan ibu yang hidup rukun, bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang sehat. Sebelum bayi lahir terdapat pertumbuhan dan perkembangan yang cepat sekali, yaitu dari seorang makhluk yang terdiri hanya dari satu sel sampai terjadi seorang bayi yang setelah dilahirkan dapat hidup sendiri terpisah dari ibunya
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini
pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, kesadaran emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan. Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang di tunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan dari lingkungan yang banyak berpengaruh dalam kehidupan anak menuju dewasa. Perkembangan menandai maturitas dari organ-organ dan sistem-sistem, perolehan ketrampilan, kemampuan yang lebihsiap untuk beradaptasi terhadap stress dan kemampuan untuk memikul tanggung jawab maksimal dan memperoleh kebebasan dalam mengekspresikan kreativitas.
Ciri khas dari anak ialah ia selalu berubah baik secara jasmaniah maupun secara fungsionil. Tahap pertumbuhan anak :
 Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian mengurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun.
 Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik
 Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun).
 Pertumbuhan kecepatannya mengurang berangsur-angsur sampai suatu waktu (kira-kira umur 18 tahun) berhenti

1.2 Tujuan Penulisan
 Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk memberi informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah. Dari mulai tumbuh kembang seperti pada usia balita karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan yang menentukkan perkembangan anak selanjutnya, pada massa ini pula kita dapat mengetahui perkembangan berbahasa, kreativitas, kesadarn social, maupun kesadaran emosional.

 Tujuan Khusus
Tujuan dibuatnya makalah ini agar mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
1 Definisi pertumbuhan dan perkembang anak usia pra sekolah
2 Menjelaskan ciri-ciri tumbuh kembang
3 Menjelaskan prinsip tumbuh kembang
4 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah
5 Menjelaskan tahap pertumbuhan dan perkembangan.
6 Menjelaskan perkembangan Fisik
7. menjelaskan perkembangan Kognitif
8. menjelaskan perkembangan emosi dan sosial
9. menjelaskan aplikasi konsep tumbuh kembang dalam keperawatan
10. menjelaskan perawatan kesehatan usia sekolah



























BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Pertumbuhan dan perkembangan
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencangkup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, akan tetapi saling berkaitan dan sulit di pisahkan yaitu perkembang dan petumbuhan.
pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih, kuliahbidan.wordpress.com)
pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh (Depkes RI)
pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu; perkembangan lebih menitikberatkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan ( markum, dkk)
pertumbuhan dan perkembangan memiliki makna yang berbeda akan tetapi kedunnya tidak dapat dipisahkan, pertumbuhan menunjukkan arti perubahan kuantitatif. Pertambahan dalam ukuran dan struktur. Sedangkan, perkembangan menujukkan perubahan kuantitaif dan kualitatif ( Elizabet. B. Hurlock. 1978)
sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ / individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa itu terjadi secara sinkron pada setiap individu.






2.2 Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan
Tumbuh kembang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai dewasa itu mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu :
1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
2. Terdapat masa percepatan dan masa perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan organ-organ.
3. Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak,tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya.
4. Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf
5. Aktifitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas.
6. Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal.
7. Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.
Yang perlu di ingat mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak adalah setiap anak adalah individu yang unik, karean adanya faktor bawaan dan lingkungan yang berbeda, maka pertumbuhan dan pemcapaiannya kemampuan dalam nerkembangnya juga berbeda. Tetapi akan tetap menuruti patokan umum.

2.3 Prinsip-prinsip pertumbuhan dan perkembangan
Untuk memahami anak usia dini lebih mendalam, orang tua, guru maupun pemerhati perlu mempunyai gambaran yang tepat mengenai prinsip-prinsip dan pola perkembangan anak usia dini dan kebutuhan –kebutuhan seperti kebutuhan jasmani, kebutuhan sosial , kebutuhan psikologi ini merupakan kebutuhan dasar dalam perkembangan anak usia dini. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi secara memadai akan sangat mempengaruhi keutuhan perkembangan diri anak dimasa remaja dan dewasa. Orang tua, guru dan para pemerhati pendidikan juga harus memahaminya untuk mengetahui dengan mudah kebutuhan –kebutuhan yang diperlukan anak usia dini, pengetahuan tersebut sangat penting sehingga orang tua dan guru tidak mengharapakan sesuatu yang berlebihan kepada anak.
Prinsip-prinsip perkembangan adalah pola-pola umum dalam suatu proses perubahan alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan, yang dimaksud dengan perubahan yang teratur adalah pertumbuhan pada manusia yang berjalan normal mengikuti tata urutan yang saling berkaitan.
prinsip dasar pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut :
1. perkembangan merupakan hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu.
2. perkembangan merupakan sesuatu yang terarah dan berlangsung terus dalan cara sebagai berikut :
a. cephalocaudal, pertumbuhan berlangsung dari kepala ke arah bawah dari bagian tubuh.
b. Proximosdital, perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat (proksimal) tubuh ke arah luar.
c. Differantiation, ketika perkembangan berlangsung terus dari hal yang mudah ke arah yang lebih kompleks.
3. perkembangan merupakan hal yang komplek. Dapat diprediksi, terjadi dengan pola yang konsisten dan kronologis.
4. perkembangan merupakan hal yang unik untuk individu dan untuk potensi genetik, dan setiap individu cenderung untuk mencari potensi maksimum perkembangan.
5. perkembangan terjadi melalui konflik dan adptasi, dan aspek yang berbeda berkembang pada waktu yang berbeda, menciptakan periode dari keseimbangan dan ketidakseimbangan.
6. perkembangan meliputi tantangan bagi individu dalam bentuk tugas yang pasti sesuai umur kemampuan.
7. tugas perkembangan membutuhkan praktik dan tenaga, fokus perkembangan ini berbeda sesuai dengan setiap tahap perkembangan dan tugas yang dicapai.

2.4 Faktor yang memperngaruhi pertumbuhan dan perkembangan usia sekolah
Makhluk manusia adalah sistem komplek dan terbuka yang dipengaruhi oleh dorongan alami dari dalam dan dari lingkungan. Umumnya , dorongan alami menentukan batasan perkembangan, dimana faktor ekternal menghadirkan keuntungan untuk mencapai potensi tersebut.
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini juga merupakan faktor bawaan anak, yaitu potensi anak yang menjadi ciri khasnya. Melalui genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
 Faktor genetik juga mempengaruhi beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen
Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal
 bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor ini disebut juga milieu merupakan tempat anak tersebut hidup, dan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan merupakan lingkungan ”bio-fisiko-psiko-sosial” yang memepengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.
Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :
a. Faktor yang memepengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan (faktor pranatal)
faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain :
 Gizi ibu pada waktu hamil
 oksin/zat kimia
 Endokrin
 Infeksi
 Stres
 Imunitas
b. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (faktor postnatal)
Bayi baru lahir harus berhasil melewati masa transisi, dari suatu sistem yang teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya,ke suatu sistem yang tergantung pada kemempuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan menjadi :
 Lingkungan biologis
 Faktor fisik
 Faktor psikososial
 Faktor keluarga dan adat istiadat


2.5 tahap pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus dan berliku-liku, proses kompleks yang sering dibagi ke dalam tahap yang diatur sesuai kelompok umur. Walaupun bagian kronologis ini merupakan pilihan, hal tersebut berdasartkan waktu dan rangkaian tugas perkembangan yang harus dicapai individu untuk maju ke tahap berikutnya.
Periode Perkembangan usia pra sekolah
Ada beberapa macam perkembangan usia pra sekolh di mulai sejak usia 2 tahun sampai dengan usia 5 tahun.
Dari 2 sampai 3 tahun
- Belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki
- Membuat jembatan dengan 3 kotak
- Mampu menyusun kalimat
- Mempaergunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-kata yang ditunjukan kepadanya
- Menggambar lingkaran
- Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya
Dari 3 sampai 4 tahun
- Berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga
- Berjalan pada jari kaki
- Belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri
- Mengenal 2 atau 3 warna
- Bicara dengan baik
- Menyebut namanya, jenis kelamin, dan umurnya
- Banyak bertanya
- Mengenal sisi atas, sisi bawah, sisi muka, sisi belakang


Dari 4 sampai 5 tahun
- Melompat dan menari
- Pandai bicara
- Dapat menghitung jari-jarinya.
- Mengenal 4 warna

2.6 PERKEMBANGAN FISIK
1. Pertumbuhan dan perubahan fisik
Pertumbuhan dan perubahan fisik tidak sehebat pada masa sebelumnyadan temponya lebih lambat tai tidak mengurangi maknanya. Seperti halnya pada fase perkembangan, pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspeknya disesuaikan dengan prioritas masa itu. Pertumbuhan fisik pada masa ini misalnya, diperlukan untuk mengakomodasi keterampilan motorik dan perkembangan intelektual.
a. Tinggi dan berat badan; struktur dan sistem tubuh
Indonesia belum memiliki statistik pertumbuhan fisik rata-rata anak usia taman kanak-kanak, baik mengenai tinggi maupun berat badan mereka. Sesuai dengan tinggi rata-rata orang Indonesia setelah dewasa,tinggi rata-rara anak pada masa ini diperkirakan sebagai berikut :
• pada usia 3 tahun lebih kurang 90-95 cm
• pada usia 4 tahun lebih kurang 95-100 cm
• pada usia 5 tahun lebih kurang 100-105 cm
• pada usia 6 tahun lebih kurang 105-110 cm
• diperkirakan anak bertambah tinggi lebih kurang 7 sentimeter setiap tahunnya
Perubahan bentuk tubuh yang meliputi perubahan dalam perototan dan pertulangan merupakan keuntungan sendiri bagi anak yaitu mereka akan bertambah kuat. Tulang yang mengeras akan memberi bentuk pada tubuh dan sekaligus memberikan perlindungan yang lebih baik kepada organ-organ dalam tubuh. Perubahan ini disertai pula dengan pematanganotak serta sistem saraf, memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut dan otot besar maupun otot kecil yang diperlukan bagi keterampilan motorik. Ditambah lagi adanya peningkatan kapasitas pernafasan dan sirkulasi darah sehingga dapat meningkatkan kebugaran tubuh. Keadaan ini bersama dengan berkembangnya sistem imunitas akan menjadikan anak lebih sehat.
Pada usia 3 tahun gigi susu juga sudah lengkap, keadaan ini memungkinkan anak untuk mengunyah dengan bai sehingga dapat mengunyah apa saja. Gigi tetap mulai ada ketika anak mencapai usia 6 tahun.
b. Pertumbuhan otak
Salah satu yang terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini adalah pertumbuhan otak dan sisten saraf. Meskipun pertumbuhanya tidak secepat masa bayi, tetapi pada usia 3 tahun otak sudah mencapai tiga perempat ukuran otak orang dewasa dan pada usia 5 tahun sudah sembilan persepuluh ukuran otak orang dewasa.
Meningkatnya ukuran otak disebabkan meningkatnya ukuran jumlah dan ukuran serabut-serabut saraf di dalam dan diantara bagian-bagian otak. Serabut saraf ini terus tumbuh paling sedikit sampai masa remaja. Peningkatan ukuran otak sebagian juga disebabkan oleh peningkatan mielinisasi yaitu proses dimana sel-sel saraf dilapisi dan diisolasi oleh sebuah lapisan sel-sel lemak (Santrock,1990;243).
Peningkatan kematangan otak, dikombinasikan dengan kesempatan untuk memperoleh pengalaman, memberikan sumbangan yang luar biasa terhadap pemunculan kemampuan kognitif.
c. Persepsi visual
Kematangan pengelihatan pada usia prasekolah ini. Pada akhir masa usia prasekolah (6 tahun) otototot mata sudah berkembang sedemikian rupa sehingga memngkinkan anak menggerakkan matanya secara efisien untuk melihat sederetan huruf-huruf. Persepsi kedalaman terus meningkat pada usia prasekolah, namun koordinasi motorik anak-anak belum terlalu baik, mereka sering menumpahkan, jatuh dari ayunan, atau menghasilkan pekerjan tangan yang buruk.
2. Perkembangan motorik
3. Nutrisi
4. Kesehatan dan penyakit anak-anak








2.7 PERKEMBANGAN KOGNITIF
1. Berfikir praoprasional
2. Beberapa aspek lain dalam perkembangan kognitif anak usia pra sekolah
3. Perkembangan bahasa
4. Kretivitas

2.8 PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL
Perkembangan
1. Keluarga
2. Teman sebaya
3. Bermain
4. Perkembangan kepribadian
5. Disiplin
6. Perluasan pembinaan anak usia prasekolah
Berbeda dari usia sebelumnya anak usia prasekolah yang berumur antara 2-6 tahun ini selain memerlukan pengasuhan dari kedua orang tuanya, juga memerlukan pembinaan yang luas lagi melalui program Bina Keluarga Balita, Tempat Penitipan Anak, serta taman bermain dan taman kanak-kanak.
a. Bina Keluarga Balita
Akhir-akhir ini selain tersedianya pendidikan bagi anak usia prasekolah berupa Taman Kanak-Kanak yang sudah dikenal sejak awal abad keduapuluh, pemerintah dan masyarakat juga menyiapkan pusat-pusat pembinaan bagi ibu dan balita. Kita mengenal program Bina Keluarga Balita, dengan pembinaan ibu-ibu yang berkualitas dalam mengasuh anak diharapkan generasi yang akan datang juga mengalami peningkat kualitas.
b. Tempat Penitipan Anak
Selain program BKB akhir-akhir ini berkembang upaya untuk menyelenggarakan Tempat Penitipan Anak (TPA). Terutama balita yang ibunya bekerjadan tidak memiliki anggota keluarga yang membantu mengasuh. Di dalam TPA ini anak diberikan program-program yang dapat meningkatkan semua aspek perkembangan anak.


c. Taman Bermain dan Taman Kanak-Kanak
Program lain adalah Taman Bermain dan Taman Kanak-kanak. Kedua taman dan tempat bermain ini belumlah merupakan sekolah. Sesuai dengan namanya taman diperlukan anak usia prasekolah yang memerlukan rangsangan agar seluruh aspek perkembangannya dapat meningkatkan dan untuk menghadapi sekolah kelak karena itu anak belum diajarkan segala sesuatu yang bersifat akademis dan belum diberi tugas sekolah seperti menulisdan membaca.Dalam usia prasekolah kegiatan utama adalah membina sikap dan minat.
d. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru Taman Bermain dan Taman Kanak-kanak untuk mengembangkan anak usia prasekolah
1. anak anak usia 3 tahun
 Orang dewasa memberi afeksi dan dukungan, menyenangkan hati anak bila mereka menangis atau ketakutan. Orang dewasa merencnakan pengalaman yang dapat mngurangi rasa takut anak.
 Orang dewasa membantu anak bermain dan mengembangkan kebebasan diri anak, membantu mereka bila diperlukan tetepi membiarkan mereka melakukan segala sesuatu yang mampu mereka lakukan sendri atau yang ingin merekalakukan sendiri.
 Orang dewasa mendukung kegiatan anak untuk memulai suatu persahabatan, karena hubungan semacam itu cepat berlalu. Bila timbul konflik biasanya anak usia 3 tahun kembali bermain sendiri. Orang dewasa membiasakan anak untuk menunggu giliran dan mau berbagi dengan orang lain tetapi hendaknya orang tua tidak mengharap terlalu banyak dari mereka.
 Orang dewasa sebanyak mungkin memberikan pengalaman kepada anak dan memberikan kesempatan untuk memperluas kemampuan bahasa dan musik kepada anak.
 Orang dewasa menyediakan waktu dan tempat baik di dalam maupun diluar ruangan baik anak untuk berlatih keterampilan gerak kasar seperti berlari, melompat, naik sepeda. Orang dewasa selalu berada dekat dengan anak untuk membantu mereka juka dibutuhkan.



2. Untuk anak usia 4-5 tahun
a. Perkembangan sosial-emosional
Guru mmudahkan perkembngan kontrol diri anak dengan menggunakan tehnik bimbingan yang positif seperti modeling, dan mendorong anak untuk berbuat seuai dengan perilaku yang diharapkan. Harapan guru harus disesuikan dengan dan menghargai kemampuan yang dimiliki anak.
Kepada anak diberikan berbagai kemungkinan untuk mengembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama. Guru memberi kemudahan agar perkembangan keterampilan sosial yang positif ini dapat tejadi setiap saat
b. Perkembangan bahasa dan minat baca-tulis
Anak harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melihat betapa membaca dan menulis itu mempunyai kegunaan yang luar biasa. Keterampilan dasar ini baru akan berkembang bila mempunya makna bagi anak. Kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan berbahasa dan minatbaca dan tulis ini perlu dilakukan pemberian pengalaman yang bermakna bagi anak, misalnya mendengar dan membaca cerita, berbagai tulisan dan gambar-gambar,dll.
c. Perkembangan kogniting
Anak mengembangkan pemahaman mengenai konsep tentang diri sendri, tenteng orang lain, dan tentang dunia disekitarny melali pengamatan dengan cara berhubungan dengan orang lain dan dengan benda sebenarnya, dan juga mencari pemecahan terhadapmasalah yang konkret. Anak juga belajar mengenai rutinitas agar selalu sehat dan aman.
d. Perkembangan Fisik
Setiap anak diberi kesempatan untuk melatih otot-otonya melalui berbagai kegiatan, termasuk berlari, melompat, dan latihan keseimbangan badan. Bermain di lapangan perlu direncanakan dan dilaksanakan setiap hari sehingga anak dapat mengembangkan keterampilan otot-otot besarnya, belajar mengenal alam sekitar dam dapat mengekspesikan diri secara bebas.
Setiap hari anak diberi kesempatan untuk melatih otot-otot kecinya melalui aktivitas bermain seperti melukis dan memotong.
e. Perkembangan Estetik
Setiap hari anak diberi kesempatan untuk mengekspesikan perasaan estetik dan apresiasi mereka melalui kesenian dan musik. Anak mencoba dan memperoleh kesenangan dari berbagai bentuk musik. Berbagai variasi media kesenian diberikan kepada anak untuk ekspresi kreatif mereka, seperti melukis dengan jari dan membuat bentuk memakai tanah liat.

f. Motivasi
Rasa ingin tahu secara alamiah ada dalam diri anak dan mereka untuk membuat segala seuatu masuk akal, dapat dipergunakan utuk memotivasi mereka di dalam kegiatan belajar.

2.9 Aplikasi konsep tumbuh kembang dalam keperawatan
Teori perkembangan hanya menjelaskan satu aspek --- perawat perlu mengaplikasikan beberapa teori perkembangan untuk memahami tumbuh kembang klien saat melakukan pengkajian maupun implementasi tindakan keperawatan.
Tiap-tiap individu berbeda dan tidak mudah untuk disamakan antara individu yang satu dengan yang lain terhadap tugas-tugas perkembangannya.
Teori-teori tumbuh kembang bermanfaat untuk pengkajian, mengetahui tingkatan perilaku klien, dan memberikan intervensi keperawatan
Konsep pertumbuhan dan perkembangan manusia ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam mempelajari konsep tumbuh kembang pada berbagai usia

3.0 Perawatan kesehatan anak usia Sekolah
Perawatan kesehatan anak usia sekolah dapat diawali dari pemberian makanan yang sehat. Makanan yang diberikan kepada anak haruslah yang sehat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal makanan nya harus bergizi seperti ;
a. bahan makanan pokok
b. bahan makanan lauk pauk
c. bahan makanan sayuran
d. susu dan telur
makanan ini diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pada anak usia sekolah anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Sehinggan memerlukan zat gizi dalam jumlah besar. Jika anak diberikan makanan yang bergizi mereka akan sehat dan selanjutnya akan bergerak, bermain, berwajah ceria, cakap dan tersenyum sehinggan anak mampu tumbuh dan berkembang secara optimal serta menjadi anak yang memiliki kepribadian utuh.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak sejak lahir telah memiliki potensi yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu perlu diberi dorongan, bimbingan dan pengaruh positif agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Dalam pemberian pengaruh ini pendidik perlu mengetahui masa perkembangan anak. Pengaruh kebaikan yang diberikan kepada anak sebaiknya dihubungan dengan berbagai kecerdasan yang dimiliki akan. Supaya nanti dapat menghasilkan manusia yang berkepribadian utuh.
Anak adalah subjek yang harus diperhatikan, di beri kebebasan untuk tumbuh maupun berkembang sendiri berdasarkan apa adanya. Tugas pendidik adalah mempengaruhi karena ituy perlu pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran.
Pemberian kegiatan pada anak perlu disesuaikan dengan kematangan dan perkembangan anak. Sehingga nanti dapat menjadi anak yang sehat, cerdas dan ceria. Beberapa pandangan diatas dapat dijadikan acuan untuk mendidik anak usia sekolah agar menjadi anak yang sehat cerdas melalui bermain.
















DAFTAR PUSTAKA


o Mansjoer arif 2001. kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media aesculapius edisi III
o Tumbuh kembang. Diakses tanggal 21 April 2009 dari www.kuliahbidan.wordpress.com
o Pertumbuhan anak. Diakses tanggal 21 April 2009 dari www.nursingbegin.com
o Prinsip-prinsip perkembangan. Diakses tanggal 20 April 2009 dari www.goecities.com
o Pertumbuhan dan perkembangan. Diakses tanggal 20 April 2009 dari www.bintangbangsaku.com
o Optimalkan tumbuh kembang anak usia dini. Diakses tanggal 22 April 2009 dari www.scribd.com